Tulisan Bergerak

Selamat Datang. Selamat Mengunjungi halaman blog saya. Semoga anda menyukainya dan menemukan apa yang engkau cari. Terima Kasih. Barakallah.

Kamis, 03 Desember 2015

SITUS ULAK LEBAR ( Peradaban Sungai Kelingi berdasarkan pada Tradisi dari Masa Prasejarah.

SITUS ULAK LEBAR
“PERADABAN SUNGAI  KELINGI”

Kota Lubuklinggau memiliki peran yang cukup berarti dalam perjalanan sejarah Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Selatan. Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, wilayah ini sempat dijadikan pusat kekuatan angkatan perang oleh Sultan Mahmud Badaruddin II ketika menghadapi armada Inggris. Dari data arkeologi yang terdapat di wilayah ini, diketahui bahwa pemukiman kuno di Kota Lubuklinggau-Musirawas diperkirakan telah ada sejak masa prasejarah. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat-alat paleolitik berupa alat serut berpunggung tinggi tipe tapal kuda serta kapak genggam yang dibuat dengan teknik bifasial. Tinggalan arkeologi dari masa prasejarah ini ditemukan di Situs Lesungbatu.
Pada masa kemudian, ketika pengaruh agama Hindu-Buddha berkembang, sisa-sisa pemukiman kuno dari masa tersebut ditemukan di Situs Bukitcandi yang berupa reruntuhan bangunan candi dan yoni serta di Situs Binginjungut dan Situs Tingkip di mana ditemukan beberapa arca Buddha. Dalam perkembangan selanjutnya meskipun pengaruh agama Hindu-Buddha maupun agama Islam telah masuk ke wilayah Musirawas, tradisi kehidupan dari masa prasejarah ternyata masih terus berlanjut seperti yang dapat dilihat di Situs Ulak lebar.
Situs ulak lebar terletak di kelurahan Sidorejo kecamatan Lubuklinggau Barat, kota Lubuklinggau. Lokasi situs ini ditandai dengan Bukit Sulap, Sungai Kelingi, Sungai Kasie, Dan Sungai Ketue. Di situs yang berada di kaki Bukit Sulap ini terdapat sebuah benteng tanah yang letaknya di antara Sungai Kelingi dan Sungai Ketue. Benteng ini berupa gundukan tanah yang membentang di sisi barat dan timurnya, sedangkan pada sisi utara dan selatannya berbatasan langsung dengan Sungai Kelingi dan Ketue yang bertebing curam. Gundukan tanah yang merupakan dinding benteng mempunyai tinggi ± 2 m dan lebar ± 4 m. Benteng Ulak lebar ini berdenah agak membulat dengan pintu masuk terdapat di sisi timur.
 Tinggalan kepurbakalaan disitus ini yang ditemukan dari hasil observasi, ada tiga macam yaitu tradisi megalitik berupa menhir, benteng alam (bangunan pertahanan dari tanah), dan pecahan-pecahan gerabah dan keramik asing. Komplek situs ini  terbagi atas 7 sektor,  yakni 2 sektor disebelah selatan sungai kelingi ( sektor I dan sektor II), 5 sektor disebelah utara sungai kelingi diapit oleh 2 buah sungai yang bermuara kesungai kelingi oleh sungai kasie disebelah barat  dan sungai ketue sebelah timur. 2 sektor dalam kompleks benteng (sektor IV dan sektor V), satu sektor terletak disebelah timur benteng (sektor III), dan dua sektor terletak disebelah barat benteng (sektor VI dan sektor VII).


a.       Sektor I
Pada Sektor 1, terdapat 12 Pasang Menhir yang terbagi atas Grup A dan Grup B. Kemudian posisi nisan menunjukkan arah utara dan selatan. Pada sektor ini tidak ada perubahan yang terjadi di sekitar sektor kecuali pecahan gerabah dan keramik yang hampir tidak ada lagi karena sulit mencarinya dikarenakan lapisan humus tanah tanaman kopi disekitar sektor ini yang sudah tebal dan lembab.

b.      Sektor II
Disektor II terdapat 4 Group Menhir. Luas sektor II  ± 36.000 m2 yaitu dari utara (tepi sungai kelingi) keselatan 120 m dan dari barat (tepi jalan menuju jembatan gantung) ketimur 300 m. Sektor ini sangat banyak dijumpai pecahan gerabah polos dan pecahan keramik asing. Sejak tahun 1995, sebagian lokasi dari sektor II dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan penambangan pasir. Sebagian wilayah sektor II mengalami kerusakan akibat adanya penambangan pasir (galian C).

c.       Sektor III
Sektor III terletak disebelah timur benteng kuto arah utara sungai Kelingi dan lebih dekat dengan sungai Ketue. Jumlah menhir pada sektor III sebanyak 50 pasang dan terbagi menjadi 10 Group

d.      Sektor VI dan sektor V
Sektor ini berada dalam lokasi benteng kuto ulak lebar. Temuan disektor 4 terdapat sepasang menhir posisi utara dan selatan letaknya hanya 4 meter dari tebing curam tepi sungai Kelingi. Sejauh 38 m arah keutara (145 0) dari menhir sektor 4, terpisah oleh jalan proyek irigasi sungai kasie, terdapat 1 pasang menhir lagi pada Sektor 5.
Temuan yang menonjol disektor 4 dan 5 ini adalah pecahan keramik yang cukup banyak. Temuan pecahan keramik disepanjang jalan yang dibuat oleh proyek irigasi sungai kasie, didalam lokasi benteng ditemukan tidak kurang dari 8 kg pecahan keramik asing yang bervariasi berasal dari Dinasti Sung (abad 10), Dinasti Ming (abad 16), Dinasti Ching (abad 17), Jepang (abad 17), Eropa (abad 19), dan Vietnam (abad 16).

e.       Sektor VI dan sektor VII
Temuan disektor 6 dan 7 di Situs Ulak Lebar mengenai menhir tidak ada perubahan. Disektor 6 yaitu terdapat 1 group ( 2 pasang ), dan disektor 7 terdapat 2 group ( 7 pasang ). Perubahan yang patut menjadi catatan bahwa di kedua sektor ini menjadi lokasi percetakan sawah proyek irigasi kasie, diharafkan proyek ini membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat dan benda cagar budaya tetap terpelihara.



TRADISI DARI MASA PRASEJARAH

Dalam perkembangannya, sebuah pemukiman yang dilengkapi oleh benteng tanah diperkirakan telah ada sejak masa prasejarah tepatnya pada saat dikenalnya kegiatan bercocoktanam. Pada masa itu pemukimannya sudah mulai menetap sehingga diperlukan sebuah bangunan yang berfungsi untuk melindungi pemukiman tersebut dari ancaman-ancaman binatang buas maupun antar kelompok pemukiman yaitu benteng yang berupa gundukan tanah.
Pada masa itu juga berkembang sebuah tradisi ysng dikenal dengan istilah ‘tradisi megalitik’. Tradisi ini mengacu pada pendirian bangunan dari batu besar yang berkaitan dengan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati, terutama kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman.
Tradisi megalitik diwujudkan dalam bentuk antara lain bangunan punden berundak, dolmen, sarkofagus, dan menhir. Bangunan-bangunan dari tradisi megalitik ini umumnya berfungsi sebagai kuburan atau tempat pemujaan terhadap roh leluhur. Salah satu tinggalan arkeologi dari tradisi megalitik yang berfungsi sebagai tempat pemujaan tersebut adalah menhir. Menhir ialah batu tegak, yang sudah atau belum dikerjakan dan diletakan dengan sengaja di suatu tempat untuk memperingati orang yang telah mati. Menhir dianggap sebagai media penghormatan, menampung kedatangan roh sekaligus menjadi lambang dari orang-orang yang dihormati.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa tradisi dari masa prasejarah ini ternyata terus dipakai oleh masyarakat Musirawas meskipun pengaruh agama baik Hindu-Buddha maupun Islam telah masuk di wilayah ini. Memang setelah agama Islam masuk di wilayah ini, benda-benda dari tradisi megalitik masih digunakan tetapi fungsinya sudah beralih. Jika pada awalnya menhir dianggap sebagai media penghormatan, maka pada masa perkembangan Agama Islam menhir tersebut digunakan sebagai nisan. Jadi meskipun keberadaannya tetap berkaitan dengan penghormatan terhadap orang yang telah mati tetapi pada masa itu menhir sudah tidak dipuja lagi melainkan hanya digunakan sebagai tanda sebuah makam seperti halnya pada makam-makam di Situs Ulak lebar.


3 komentar:

  1. keren AA' blognya. tambah lagi info sejarahnya bang ;) anak-anak sman sumsel tertarik liat blog abang . Thank you abang (pak Aliando)

    BalasHapus
  2. Iyaa,, Insya Allah nti akan dtmbh lgi info2 tntng sejarah ny..
    slgi kami bsa mbgi ilmu kpda tman2,, smga pngetahuan akan prtmbah bnyak..

    BalasHapus
  3. Kalo boleh ana tanya,,, kamu anak didik Pak Ziko Febriansyah bukan ??

    BalasHapus

POSTINGAN TERBARU

Sejarah SUBKOSS menjadi KODAM II/Sriwijaya

 

POSTINGAN POPULER