Tulisan Bergerak

Selamat Datang. Selamat Mengunjungi halaman blog saya. Semoga anda menyukainya dan menemukan apa yang engkau cari. Terima Kasih. Barakallah.

Sabtu, 12 Desember 2015

Air Terjun Tri Muara Karang


Gambar 1.1. 
( Mahasiswa STKIP PGRI LLG dan STIE_STIMIK MURA )


Belajar sejarah bukan hobby nan mewah, belajar sejarah juga ‘nggak bikin gagah, tapi belajar sejarah itu hal mudah.

Aku hanyalah penikmat alam, tetapi bukan penakluk alam. 

Setiap petualangan adalah pembelajaran kehidupan.

Nikmati alamnya, kabarkan keindahannya, jangan kuasai tanahnya. Tuhan punya cara tersendiri untuk menegur keserakahannya. 

“Urip mung mampir motret.”

Memotret itu ialah soal rasa, semakin kuat kita bisa merasakan obyek yang kita potret maka semakin istimewa hasil potretannya.

Salam Hijau !!!
Salam Lestari !!!

By :
Mahasiswa STKIP PGRI Lubuklinggau dan STIE-STIMIK Musi Rawas.


#Edisi Air Terjun Tri Muara Karang, Desa Belitar Seberang, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.




Gambar 1.2. ( Tri Muara Karang 1 )


Gambar 1.3. (Tri Muara Karang 2 )


Gambar 1.4. (Tri Muara Karang 3)


Kamis, 03 Desember 2015

PUTRI SILAMPARI ( Kisah Dayang Torek )

                Kisah berasal dari desa Ulak Lebar, marga Sindang Kelingi Ilir, Lubuklinggau Sumsel.  Alkisah, di dusun Ulak Lebar tersebut hiduplah  seorang putri yang cantik luar biasa. Tubuh yang tinggi semampai, wajahnya  halus bercahaya, rambutnya panjang ikal mayang, jemarinya lentik, matanya berkilau seperti bintang. Gadis itu bernama Dayang Torek.
Karena  kecantikannya banyak orang terkagum-kagum. Dayang Torek terkenal sampai ke pelosok negeri. Banyak orang yang mengatakan  Dayang Torek seperti titisan bidadari  dari kayangan. Atau peri (orang Lubuklinggau menyebutnya) yang turun dari langit.
                Selain memiliki kecantikan yang luar biasa, Dayang Torek juga pandai menari. Sehingga Dayang Torek kerap diminta untuk menari dihadapan para pembesar yang datang berkunjung ke Ulak Lebar.
                Ternyata, kecantikan Dayang Torek menyebar ke seluruh antero negeri. Dan sampailah tentang kecantikan Dayang Torek ke telinga pangeran dari Palembang. Pangeran dari Palembang tersebut ingin membuktikan apakah benar Dayang Torek seorang gadis yang memiliki kecantikan luar biasa seperti digebar-gemborkan orang. Ketika sampai di desa Ulak Lebar, seperti biasa para tamu disambut dengan tari-tari persembahan.  Betapa terkejutnya pangeran ketika melihat seorang penari yang lemah gemulai dan memiliki kecantikan luar biasa. Pangeran sangat terpesona.
“ Wow! Cantik sekali gadis itu. Luar biasa…Benar kata orang kalau di desa ini ada bidadari. Siapakah nama bidadari ini..?” Batin Pangeran terkagum-gagum. Seperti tamu yang lainnya, mata pangeran pun seperti tak berkedip melihat keanggunan Dayang Torek.
 Kekaguman Pangeran membuat dirinya ingin memiliki putri Dayang Torek. Hatinya sudah bulat ingin menyunting putri Dayang Torek. Lalu pangeran menghadap ayahanda Dayang Torek, yaitu Gindo Ulak Lebar. Pangeran menyampaikan keinginannya untuk mmempersunting  Dayang
“Gindo Ulak Lebar, Aku bermaksud ingin menyunting putri Gindo, Dayang Torek. Aku ingin membawanya ke istanaku di Palembang untuk kujadikan permaisuriku” Ungkap pangeran. Dalam hati Pangeran, Gindo Ulak Lebar tak akan menolak, apalagi jika anaknya akan dijadikan permaisuri.
“Maaf Baginda, hamba bukan menolak keinginan baginda Pangeran. Benar Dayang Torek putri hamba. Namun, semuanya hamba serahkan kepada Dayang Torek sendiri Baginda. Karena dialah yang punya hak untuk menentukan nasibnya” Jawab Gindo Ulak Lebar dengan hati bergetar.
”Hmmm....baik, mana putrimu itu” Jawab Pangeran agak pongah.
Ketika Dayang Torek tiba dihadapannya, Pangeran mengemukakan maksudnya. Dayang Torek dengan halus menolak permintaan Pangeran dengan alasan belum mau berumah tangga. Sang Pangeran berusaha menutupi kekecewaannya. Dalam hati dia bertekat suatu saat Dayang Torek pasti akan disuntingnya.
Setelah kembali ke Palembang, beberapa kali Pangeran mengirim utusannya ke dusun Ulak Lebar untuk melamar Dayang Torek. Di bawanyahlah hadiah emas dan perak, dengan harapan Dayang Torek menerima kesungguhannya.
Melihat gelagat ini, Gindo Ulak Lebar mulai  waspada terhadap penolakan putrinya. Walau bagaimanapun Pangeran adalah atasannya. Tidak menutup kemungkinan suatu saat akan terjadi hal yang tidak diinginkan terjadi di Ulak Lebar ini. Akhirnya Gindo bersama dengan warganya menanami sekeliling kampung dengan bambu yang sangat rapat. Maksudnya sebagai benteng pertahanan.
Namun, sebelum pekerjaan mereka selesai, Dayang Torek telah diculik.  Semua penduduk geger. Dayang Torek di cari kemana-mana namun tidak bertemu juga. Akhirnya diketahuilah kalau Dayang Torek telah diculik oleh orang suruhan pangeran. Suatu hari Gindo datang ke Palembang menemui Pangeran.
“Pangeran junjungan patik, hamba mohon kembalikan putri hamba. Mengapa Pangeran menculiknya?”
“Gindo, aku menyukai anakmu itu. Berulang kali aku meminta kesediaannya untuk ku sunting jadi istriku. Tapi dia selalu menolak!  Habislah kesabaranku. Sekarang dia telah menjadi istriku dia akan bahagia hidup di istanaku. Pulanglah ke Ulak Lebar”
”Izinkan hamba bertemu anak hamba,  Pangeran” Gindo Ulak Lebar memelas.
”Suatu saat Gindo, suatu saat aku dan Dayang Torek akan datang ke Ulak Lebar” Jawab pangeran sembari tertawa. Dengan perasaan sedih akhirnya Gindo pulang ke Ulak Lebar. Bagaimanapun cara pangeran menculik anaknya bukanlah tindakan terpuji.
Selanjutnya mengetahui ini, adik Dayang Torek yang bernama Nyongang menyusul ke Palembang. Ternyata Dayang Torek telah mempunyai seorang putra. Darah muda Nyongang bangkit. Dia tidak terima ayuknya (saudara perempuan) diperlakukan seperti itu. Dayang bukan dijadikan permaisuri, akan tetapi dijadikan selir, entah yang ke berapa. Dengan menggunakan kekuatan ilmunya, Nyonggang berhasil menemui Dayang Torek di istana.
“Ayuk Dayang Torek, kau harus lari dari sekapan Pangeran bejat itu ayuk. Mari pulang bersamaku. Kita pulang ke Ulak  Lebar...” Bujuk Nyongang.
“Adikku…, aku telah berputra” suara Dayang Torek Lembut. Wajahnya pucat pasi menandakan ia sangat tersiksa.
“Tinggalkan  saja, Bukankah ini istana bapaknya”
“Tidak dik, Bagaimanapun dia adalah darah dagingku. Aku tidak mungkin meninggalkannya”
“Baik, kalau begitu kita bawa pergi” kata Nyongang. Akhirnya Nyongang berhasil membawa kabur Dayang Torek dan anaknya. Mereka berjalan- keluar masuk hutan tiada henti. Akhirnya sampailah mereka di tepi sungai Kelingi di kaki Bukit Sulap. Sejak awal Nyongang tidak menyenangi anak Dayang Torek yang dianggapnya  anak haram.  Munculah akalnya untuk melenyapkan anak itu. Diselipkannya taji ditangannya lalu dtepukannya ke dahi anak Dayang Torek. Anak Dayang Torek meninggal seketika.
“Nyongang! Apa yang kau lakukan? Mengapa kau bunuh anakku?” Kata Dayang Torek terkejut.
“Tidak yuk, aku hanya menepuk nyamuk yang menempel di dahinya”
“Tidak!! Kau sengaja ingin melenyapkan anakku!.”
“Yuk, sudahlah mengapa harus ditangisi? Bukankah ayah anak ini adalah orang yang ayuk benci? Dan ini.., ini anak haram yuk!”
“Tidak! Kau tidak boleh melakukan ini. Anak ini tidak berdosa Nyongang. Dia adalah darah dagingku. Aku benci dengan kau! Kau juga jahat!! Jahat!!” Dayang Torek menangis sambil berlari ke Bukit Sulap.
“Ayuk….! Jangan pergi. Ayuuuuk!!” Nyongang berteriak-teriak mengejar Dayang Torek. Dayang Torek berlari sangat cepat. Nyonggang terus mengejar Dayang Torek yang berlari ke puncak Bukit Sulap sembari menangis. Tiba-tiba Dayang Torek lenyap tak tahu kemana.  Nyonggang berteriak-teriak histeris.
”Yuk…kemana kau yuk…, kemana kau…mengapa kau menghilang!” Nyongang menangis dan berteriak sekencang-kencangnya. Gema suaranya mengisi lereng Bukit Sulap hingga ke lembah. Semua hewan yang berada di Bukit Sulap diam tak bersuara. Beberapa pohon tumbang karena suara Nyonggang yang menggelegar seperti petir.

Akhirnya tinggalah Nyongang menangis sedih meratapi kepergian Dayang Torek yang silam ”hilang”  di Bukit Sulap. Sejak itu, untuk mengenang peristiwa tragis di Bukit Sulap masyarakat menyebutnya silampari. Artinya Putri atau peri yang hilang (silam). Sejak itulah Kota Lubuklinggau dan Musi Rawas sering disebut Bumi Silampari.

Peta dan Denah Situs Ulak Lebar.




Berikut ialah peta denah situs ulak lebar.
Persembahan dari Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah, STKIP PGRI Lubuklinggau.

Sumber : Buku dari Bapak. Suwandi Syam ( Dosen Sejarah )

SITUS ULAK LEBAR ( Peradaban Sungai Kelingi berdasarkan pada Tradisi dari Masa Prasejarah.

SITUS ULAK LEBAR
“PERADABAN SUNGAI  KELINGI”

Kota Lubuklinggau memiliki peran yang cukup berarti dalam perjalanan sejarah Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Selatan. Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, wilayah ini sempat dijadikan pusat kekuatan angkatan perang oleh Sultan Mahmud Badaruddin II ketika menghadapi armada Inggris. Dari data arkeologi yang terdapat di wilayah ini, diketahui bahwa pemukiman kuno di Kota Lubuklinggau-Musirawas diperkirakan telah ada sejak masa prasejarah. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat-alat paleolitik berupa alat serut berpunggung tinggi tipe tapal kuda serta kapak genggam yang dibuat dengan teknik bifasial. Tinggalan arkeologi dari masa prasejarah ini ditemukan di Situs Lesungbatu.
Pada masa kemudian, ketika pengaruh agama Hindu-Buddha berkembang, sisa-sisa pemukiman kuno dari masa tersebut ditemukan di Situs Bukitcandi yang berupa reruntuhan bangunan candi dan yoni serta di Situs Binginjungut dan Situs Tingkip di mana ditemukan beberapa arca Buddha. Dalam perkembangan selanjutnya meskipun pengaruh agama Hindu-Buddha maupun agama Islam telah masuk ke wilayah Musirawas, tradisi kehidupan dari masa prasejarah ternyata masih terus berlanjut seperti yang dapat dilihat di Situs Ulak lebar.
Situs ulak lebar terletak di kelurahan Sidorejo kecamatan Lubuklinggau Barat, kota Lubuklinggau. Lokasi situs ini ditandai dengan Bukit Sulap, Sungai Kelingi, Sungai Kasie, Dan Sungai Ketue. Di situs yang berada di kaki Bukit Sulap ini terdapat sebuah benteng tanah yang letaknya di antara Sungai Kelingi dan Sungai Ketue. Benteng ini berupa gundukan tanah yang membentang di sisi barat dan timurnya, sedangkan pada sisi utara dan selatannya berbatasan langsung dengan Sungai Kelingi dan Ketue yang bertebing curam. Gundukan tanah yang merupakan dinding benteng mempunyai tinggi ± 2 m dan lebar ± 4 m. Benteng Ulak lebar ini berdenah agak membulat dengan pintu masuk terdapat di sisi timur.
 Tinggalan kepurbakalaan disitus ini yang ditemukan dari hasil observasi, ada tiga macam yaitu tradisi megalitik berupa menhir, benteng alam (bangunan pertahanan dari tanah), dan pecahan-pecahan gerabah dan keramik asing. Komplek situs ini  terbagi atas 7 sektor,  yakni 2 sektor disebelah selatan sungai kelingi ( sektor I dan sektor II), 5 sektor disebelah utara sungai kelingi diapit oleh 2 buah sungai yang bermuara kesungai kelingi oleh sungai kasie disebelah barat  dan sungai ketue sebelah timur. 2 sektor dalam kompleks benteng (sektor IV dan sektor V), satu sektor terletak disebelah timur benteng (sektor III), dan dua sektor terletak disebelah barat benteng (sektor VI dan sektor VII).


a.       Sektor I
Pada Sektor 1, terdapat 12 Pasang Menhir yang terbagi atas Grup A dan Grup B. Kemudian posisi nisan menunjukkan arah utara dan selatan. Pada sektor ini tidak ada perubahan yang terjadi di sekitar sektor kecuali pecahan gerabah dan keramik yang hampir tidak ada lagi karena sulit mencarinya dikarenakan lapisan humus tanah tanaman kopi disekitar sektor ini yang sudah tebal dan lembab.

b.      Sektor II
Disektor II terdapat 4 Group Menhir. Luas sektor II  ± 36.000 m2 yaitu dari utara (tepi sungai kelingi) keselatan 120 m dan dari barat (tepi jalan menuju jembatan gantung) ketimur 300 m. Sektor ini sangat banyak dijumpai pecahan gerabah polos dan pecahan keramik asing. Sejak tahun 1995, sebagian lokasi dari sektor II dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan penambangan pasir. Sebagian wilayah sektor II mengalami kerusakan akibat adanya penambangan pasir (galian C).

c.       Sektor III
Sektor III terletak disebelah timur benteng kuto arah utara sungai Kelingi dan lebih dekat dengan sungai Ketue. Jumlah menhir pada sektor III sebanyak 50 pasang dan terbagi menjadi 10 Group

d.      Sektor VI dan sektor V
Sektor ini berada dalam lokasi benteng kuto ulak lebar. Temuan disektor 4 terdapat sepasang menhir posisi utara dan selatan letaknya hanya 4 meter dari tebing curam tepi sungai Kelingi. Sejauh 38 m arah keutara (145 0) dari menhir sektor 4, terpisah oleh jalan proyek irigasi sungai kasie, terdapat 1 pasang menhir lagi pada Sektor 5.
Temuan yang menonjol disektor 4 dan 5 ini adalah pecahan keramik yang cukup banyak. Temuan pecahan keramik disepanjang jalan yang dibuat oleh proyek irigasi sungai kasie, didalam lokasi benteng ditemukan tidak kurang dari 8 kg pecahan keramik asing yang bervariasi berasal dari Dinasti Sung (abad 10), Dinasti Ming (abad 16), Dinasti Ching (abad 17), Jepang (abad 17), Eropa (abad 19), dan Vietnam (abad 16).

e.       Sektor VI dan sektor VII
Temuan disektor 6 dan 7 di Situs Ulak Lebar mengenai menhir tidak ada perubahan. Disektor 6 yaitu terdapat 1 group ( 2 pasang ), dan disektor 7 terdapat 2 group ( 7 pasang ). Perubahan yang patut menjadi catatan bahwa di kedua sektor ini menjadi lokasi percetakan sawah proyek irigasi kasie, diharafkan proyek ini membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat dan benda cagar budaya tetap terpelihara.



TRADISI DARI MASA PRASEJARAH

Dalam perkembangannya, sebuah pemukiman yang dilengkapi oleh benteng tanah diperkirakan telah ada sejak masa prasejarah tepatnya pada saat dikenalnya kegiatan bercocoktanam. Pada masa itu pemukimannya sudah mulai menetap sehingga diperlukan sebuah bangunan yang berfungsi untuk melindungi pemukiman tersebut dari ancaman-ancaman binatang buas maupun antar kelompok pemukiman yaitu benteng yang berupa gundukan tanah.
Pada masa itu juga berkembang sebuah tradisi ysng dikenal dengan istilah ‘tradisi megalitik’. Tradisi ini mengacu pada pendirian bangunan dari batu besar yang berkaitan dengan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati, terutama kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman.
Tradisi megalitik diwujudkan dalam bentuk antara lain bangunan punden berundak, dolmen, sarkofagus, dan menhir. Bangunan-bangunan dari tradisi megalitik ini umumnya berfungsi sebagai kuburan atau tempat pemujaan terhadap roh leluhur. Salah satu tinggalan arkeologi dari tradisi megalitik yang berfungsi sebagai tempat pemujaan tersebut adalah menhir. Menhir ialah batu tegak, yang sudah atau belum dikerjakan dan diletakan dengan sengaja di suatu tempat untuk memperingati orang yang telah mati. Menhir dianggap sebagai media penghormatan, menampung kedatangan roh sekaligus menjadi lambang dari orang-orang yang dihormati.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa tradisi dari masa prasejarah ini ternyata terus dipakai oleh masyarakat Musirawas meskipun pengaruh agama baik Hindu-Buddha maupun Islam telah masuk di wilayah ini. Memang setelah agama Islam masuk di wilayah ini, benda-benda dari tradisi megalitik masih digunakan tetapi fungsinya sudah beralih. Jika pada awalnya menhir dianggap sebagai media penghormatan, maka pada masa perkembangan Agama Islam menhir tersebut digunakan sebagai nisan. Jadi meskipun keberadaannya tetap berkaitan dengan penghormatan terhadap orang yang telah mati tetapi pada masa itu menhir sudah tidak dipuja lagi melainkan hanya digunakan sebagai tanda sebuah makam seperti halnya pada makam-makam di Situs Ulak lebar.


Makam Bujang Kurap di Situs Ulak Lebar.


Gambar 1.1.



Gambar 1.2.



Gambar 1.3.



Berikut ini ialah makam Bujang Kurap yang terletak di Situs Ulak Lebar tepatnya di Desa Ulak Lebar, Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Lubuklinggau Barat, Kota Lubuklinggau. Makam ini berada pada sektor 4 dari 7 sektor yang ada di situs ulak lebar tersebut. Yang mana sektor 4 ini berada didalam benteng Ulak Lebar itu sendiri. Di situs yang berada di kaki Bukit Sulap ini terdapat sebuah benteng tanah yang letaknya di antara Sungai Kelingi dan Sungai Ketue. Benteng ini berupa gundukan tanah yang membentang di sisi barat dan timurnya, sedangkan pada sisi utara dan selatannya berbatasan langsung dengan Sungai Kelingi dan Ketue yang bertebing curam. Gundukan tanah yang merupakan dinding benteng mempunyai tinggi ± 2 m dan lebar ± 4 m. Benteng Ulak lebar ini berdenah agak membulat dengan pintu masuk terdapat di sisi timur. Dulunya benteng tersebut digunakan sebagai pelindung dari binatang buas serta pelindung pula dari serangan-serangan tak terduga dari masyarakat lain di luar daerah ulak lebar sendiri.

POSTINGAN TERBARU

Sejarah SUBKOSS menjadi KODAM II/Sriwijaya

 

POSTINGAN POPULER