Tulisan Bergerak

Selamat Datang. Selamat Mengunjungi halaman blog saya. Semoga anda menyukainya dan menemukan apa yang engkau cari. Terima Kasih. Barakallah.

Minggu, 23 April 2017

Aksara Ulu Kota Lubuklinggau

Pendahuluan
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan memiliki beribu-ribu warisan budaya yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Diantara banyaknya warisan budaya tersebut, karakter bangsa seperti tulisan asli di berbagai daerah masuk ke dalam kategori Aksara Nusantara.
Salah satunya ialah Aksara Ulu (Kaganga), yang keberadaannya semakin hilang eksistensinya. Pemahaman tentang aksara Ulu terutama di Kota Lubuklinggau, Provinsi Sumatera Selatan yang mungkin sejak dua atau tiga generasi belakangan ini masih ragu-ragu, apakah benar bahwa masyarakat daerahnya pada masa lampau pernah mengenal dan dapat menggunakan tulisan Ulu sebagai bahasa pengantar lisan, melalui cerita rakyat, sastra daerah dan hikayat (oral history).
Sekedar ingin menggugah bahwa warisan budaya leluhur yang bernilai tinggi, sebagaimana pribahasa “Upaya Membangkitkan Batang Terendam”. Meluangkan waktu untuk menoleh ke belakang melihat bagaimana eksistensi kebudayaan warisan masa lalu yang mestinya patut dibanggakan. Saatnya secara pribadi bahkan bersama-sama mencari tahu tentang kebudayaan milik sendiri berkaitan aksara yang ada di Indonesia. 

Pembahasan
Aksara Ulu merupakan tulisan kuno yang berkembang pada abad ke-13 di wilayah Sumatera Selatan.[1] Terutama di bagian huluan Sungai Musi, dan dipakai oleh masyarakat masa lampau sebagai sastra daerah ataupun cerita rakyat. Aksara Ulu merupakan bagian dari Aksara Rencong yang berkembang di berbagai daerah di Indonesia. Dikatakan rencong, yaitu untuk mempermudah penyebutan secara nasional meskipun sebutan pada setiap daerah berbeda-beda. Di Sumatera khususnya di Sumatera Selatan, aksara Kaganga dikenal dengan nama tulisan Ulu.
Di wilayah pedalaman Batanghari Sembilan di Jambi, dikenal dengan nama tulisan Incung Jambi, di Aceh disebut dengan tulisan Rencong, di Sumatera Utara disebut dengan Pustaha, lalu Sulawesi disebut juga aksara Lontarak.[2]
Aksara Rencong ialah sejenis tulisan kuno yang muncul sejak abad ke-9, lalu tumbuh dan berkembang sampai pertengahan abad ke-20 di daerah Sumatera seperti di Tapanuli (Batak), Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, dan juga Sulawesi Selatan.[3] Kemudian perkembangan aksara Rencong ini sampai di daerah Sumatera Selatan, dan digunakan masyarakat pedalaman Palembang tepatnya di hulu sungai Musi dan anak-anak sungainya (Sungai Komering, Lematang, Rawas, Rupit, Lakitan, Kelingi dan Beliti). Masyarakat yang tinggal di pedalaman ini lazim disebut masyarakat Uluan, maka tulisannya disebut Tulisan Ulu.
Menurut Harimurti mengatakan bahwa aksara Rencong (Aksara Ulu/Kaganga) ini tergolong aksara silabis (syllabic system) yaitu sistem penulisan menggunakan satu lambang penyebut dengan fonem rangkap konsonan dan vokal.[4] Semuanya terdiri dari 16 lambang huruf konsonan-vokal (Ka, Ga, Ta, Da, Na, Pa, Ba, Ma, Ca, Ja, Sa, Ra, La, Ya, Wa, Ha), dan 9 lambang huruf konsonan-konsonan-vokal (Nga, Nya, Mba, Mpa, Nca, Nta, Nda, Nja, Gha), lalu 2 lambang huruf konsonan-konsonan-konsonan-vokal (Ngga, Ngka) serta 1 lambang huruf vokal (A), tiap huruf dapat berubah penyebutannya sesuai tata letak kunci penanda baca.
Kemudian Hartaty menambahkan bahwa aksara Rencong disebut juga Aksara Kaganga. Jika diperhatikan, nama abjad tersebut diambil dari huruf: Ka, Ga, Nga, yaitu penggabungan abjad pertama, kedua dan ketiga.[5] Oleh karena itu, disebut juga dengan Aksara Kaganga berdasarkan urutan abjad pada penulisannya. Dan para peneliti juga kerap menyebutnya Kaganga karena pedoman aksaranya menggunakan awalan huruf Ka, Ga, Nga, dan seterusnya. Huruf-huruf ditulis dengan ditarik ke kanan atas sampai sekitar 45 derajat. Tulisan ini banyak digunakan untuk menyampaikan ajaran agama, petuah (nasehat), dan kearifan lokal lainnya. Karena dikembangkan setelah aksara pallawa, maka Kaganga banyak digunakan oleh masyarakat kelas menengah, seperti keluarga pesirah, dukun, kaum intelektual, dan kaum agama.[6]
Bentuk huruf Aksara Rencong Indonesia (Kaganga) masuk ke dalam kategori Aksara Luar Jawa, hal ini disebabkan karena baik Aksara Jawa (Hanacaraka), maupun aksara Kaganga ini sama-sama diturunkan dari aksara yang berasal dari India yaitu Aksara Pallawa. Khusus aksara ulu khas Lubuklinggau, secara lengkap dapat diperhatikan di bawah ini:



            Berdasarkan huruf dasar di atas, maka untuk penggunaan tanda baca ditampilkan Kunci Penanda Baca, sebagai contoh menggunakan huruf pertama yaitu huruf “Ka”, tata letak penanda baca ini juga berlaku untuk semua huruf ulu tersebut.    




Dapat dicontohkan, ketika percobaan menulis dengan kalimat “Sejarah” maka lambang huruf dilengkapi penanda bacanya dapat ditampilkan di bawah ini :


Begitupun untuk lambang huruf Ulu yang lain, dapat ditulis sesuai kalimat yang diinginkan, berdasarkan kalimat dari kaidah bahasa Indonesia. Diawali penulisan huruf kemudian diberi penanda baca sesuai kalimat yang diinginkan.
Maka penggunaan Aksara Ulu/Kaganga dapat kembali pada eksistensinya sehingga banyak digunakan pada bidang apapun seperti pembuatan papan nama (jalan, lembaga adat, sekolah), merk (souvenir, pakaian), dan lain-lain sebagai identitas dan nilai kearifan lokal suatu bangsa yang bernilai tinggi.  

Kesimpulan
Perkembangan aksara di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh Aksara Pallawa yang berasal dari India, kemudian mengalami proses adaptasi dengan unsur-unsur budaya lokal. Aksara Pallawa lambat laun berubah bentuk menurunkan Aksara Kawi atau Jawa Kuno yang relatif mirip dengan induknya, selanjutnya aksara ini juga mengalami perkembangan dan perubahan bentuk. Karena perbedaan dialek, kebutuhan berbahasa, diperlukan penyesuaian menurut tingkat perkembangan kebudayaan masing-masing, sehingga terjadi perubahan-perubahan huruf dan tanda eja, hal ini menimbulkan perbedaan beberapa huruf dan istilah pada masing-masing daerah yang memiliki aksara tersebut.

Aksara Ulu merupakan tulisan kuno yang berkembang pada abad ke-13 di wilayah Sumatera Selatan. Aksara Ulu merupakan bagian dari Aksara Rencong yang berkembang di berbagai daerah di Indonesia. Dikatakan rencong, yaitu untuk mempermudah penyebutan secara nasional meskipun sebutan pada setiap daerah berbeda-beda.Masyarakat yang tinggal di pedalaman ini lazim disebut masyarakat Uluan, maka tulisannya disebut Tulisan Ulu.


Daftar Pustaka

[1]   Radar Pat Petuai, Huruf Aksara Ulu Kian Tergerus, (Curup, 2017), hal. 3
     01 April 2017, Pukul 21:00 WIB.
[3]   Suwandi, Silabus dan Petunjuk Praktis Membaca dan Menulis Huruf Ulu (Aksara Rencong)
     Sumatera Selatan, (Lubuklinggau, 2015), hal. 1
[4]  Ibid, hal. 20
[5]  Ibid, hal. 3
     01 April 2017, Pukul 21:00 WIB.

Petuai, Radar Pat. 2017. Huruf Aksara Ulu Kian Tergerus. Diterbitkan di Curup.
Sulaiman, Annas Marzuki. 2011. Hanacaraka: Aksara Jawa Yang Mulai Ditinggalkan. Surakarta: Institut Seni Indonesia
Suwandi. 2015. Silabus dan Petunjuk Praktis Membaca dan Menulis Huruf Ulu (Aksara Rencong) Sumatera Selatan. Lubuklinggau: STKIP PGRI Lubuklinggau
diakses pada 31 Maret 2017, Pukul 01:28 WIB

POSTINGAN TERBARU

Sejarah SUBKOSS menjadi KODAM II/Sriwijaya

 

POSTINGAN POPULER