Kisah berasal dari desa Ulak Lebar, marga Sindang Kelingi Ilir, Lubuklinggau
Sumsel. Alkisah, di dusun Ulak Lebar tersebut hiduplah seorang
putri yang cantik luar biasa. Tubuh yang tinggi semampai, wajahnya halus
bercahaya, rambutnya panjang ikal mayang, jemarinya lentik, matanya berkilau
seperti bintang. Gadis itu bernama Dayang Torek.
Karena kecantikannya
banyak orang terkagum-kagum. Dayang Torek terkenal sampai ke pelosok negeri.
Banyak orang yang mengatakan Dayang Torek seperti titisan bidadari
dari kayangan. Atau peri (orang Lubuklinggau menyebutnya) yang turun dari
langit.
Selain memiliki kecantikan yang luar biasa, Dayang Torek juga pandai menari.
Sehingga Dayang Torek kerap diminta untuk menari dihadapan para pembesar yang
datang berkunjung ke Ulak Lebar.
Ternyata, kecantikan Dayang Torek menyebar ke seluruh antero negeri. Dan
sampailah tentang kecantikan Dayang Torek ke telinga pangeran dari Palembang.
Pangeran dari Palembang tersebut ingin membuktikan apakah benar Dayang Torek
seorang gadis yang memiliki kecantikan luar biasa seperti digebar-gemborkan
orang. Ketika sampai di desa Ulak Lebar, seperti biasa para tamu disambut
dengan tari-tari persembahan. Betapa terkejutnya pangeran ketika melihat
seorang penari yang lemah gemulai dan memiliki kecantikan luar biasa. Pangeran
sangat terpesona.
“ Wow! Cantik sekali gadis itu.
Luar biasa…Benar kata orang kalau di desa ini ada bidadari. Siapakah nama
bidadari ini..?” Batin Pangeran terkagum-gagum. Seperti tamu yang lainnya, mata
pangeran pun seperti tak berkedip melihat keanggunan Dayang Torek.
Kekaguman Pangeran membuat
dirinya ingin memiliki putri Dayang Torek. Hatinya sudah bulat ingin menyunting
putri Dayang Torek. Lalu pangeran menghadap ayahanda Dayang Torek, yaitu Gindo
Ulak Lebar. Pangeran menyampaikan keinginannya untuk mmempersunting
Dayang
“Gindo Ulak Lebar, Aku bermaksud
ingin menyunting putri Gindo, Dayang Torek. Aku ingin membawanya ke istanaku di
Palembang untuk kujadikan permaisuriku” Ungkap pangeran. Dalam hati Pangeran,
Gindo Ulak Lebar tak akan menolak, apalagi jika anaknya akan dijadikan
permaisuri.
“Maaf Baginda, hamba bukan
menolak keinginan baginda Pangeran. Benar Dayang Torek putri hamba. Namun, semuanya
hamba serahkan kepada Dayang Torek sendiri Baginda. Karena dialah yang punya
hak untuk menentukan nasibnya” Jawab Gindo Ulak Lebar dengan hati bergetar.
”Hmmm....baik, mana putrimu itu”
Jawab Pangeran agak pongah.
Ketika Dayang Torek tiba
dihadapannya, Pangeran mengemukakan maksudnya. Dayang Torek dengan halus
menolak permintaan Pangeran dengan alasan belum mau berumah tangga. Sang
Pangeran berusaha menutupi kekecewaannya. Dalam hati dia bertekat suatu saat
Dayang Torek pasti akan disuntingnya.
Setelah kembali ke Palembang,
beberapa kali Pangeran mengirim utusannya ke dusun Ulak Lebar untuk melamar
Dayang Torek. Di bawanyahlah hadiah emas dan perak, dengan harapan Dayang Torek
menerima kesungguhannya.
Melihat gelagat ini, Gindo Ulak
Lebar mulai waspada terhadap penolakan putrinya. Walau bagaimanapun
Pangeran adalah atasannya. Tidak menutup kemungkinan suatu saat akan terjadi
hal yang tidak diinginkan terjadi di Ulak Lebar ini. Akhirnya Gindo bersama
dengan warganya menanami sekeliling kampung dengan bambu yang sangat rapat.
Maksudnya sebagai benteng pertahanan.
Namun, sebelum pekerjaan mereka
selesai, Dayang Torek telah diculik. Semua penduduk geger. Dayang Torek
di cari kemana-mana namun tidak bertemu juga. Akhirnya diketahuilah kalau
Dayang Torek telah diculik oleh orang suruhan pangeran. Suatu hari Gindo datang
ke Palembang menemui Pangeran.
“Pangeran junjungan patik, hamba
mohon kembalikan putri hamba. Mengapa Pangeran menculiknya?”
“Gindo, aku menyukai anakmu itu.
Berulang kali aku meminta kesediaannya untuk ku sunting jadi istriku. Tapi dia
selalu menolak! Habislah kesabaranku. Sekarang dia telah menjadi istriku
dia akan bahagia hidup di istanaku. Pulanglah ke Ulak Lebar”
”Izinkan hamba bertemu anak
hamba, Pangeran” Gindo Ulak Lebar memelas.
”Suatu saat Gindo, suatu saat
aku dan Dayang Torek akan datang ke Ulak Lebar” Jawab pangeran sembari tertawa.
Dengan perasaan sedih akhirnya Gindo pulang ke Ulak Lebar. Bagaimanapun cara
pangeran menculik anaknya bukanlah tindakan terpuji.
Selanjutnya mengetahui ini, adik
Dayang Torek yang bernama Nyongang menyusul ke Palembang. Ternyata Dayang Torek
telah mempunyai seorang putra. Darah muda Nyongang bangkit. Dia tidak terima
ayuknya (saudara perempuan) diperlakukan seperti itu. Dayang bukan dijadikan
permaisuri, akan tetapi dijadikan selir, entah yang ke berapa. Dengan
menggunakan kekuatan ilmunya, Nyonggang berhasil menemui Dayang Torek di
istana.
“Ayuk Dayang Torek, kau harus
lari dari sekapan Pangeran bejat itu ayuk. Mari pulang bersamaku. Kita pulang
ke Ulak Lebar...” Bujuk Nyongang.
“Adikku…, aku telah berputra”
suara Dayang Torek Lembut. Wajahnya pucat pasi menandakan ia sangat tersiksa.
“Tinggalkan saja, Bukankah
ini istana bapaknya”
“Tidak dik, Bagaimanapun dia
adalah darah dagingku. Aku tidak mungkin meninggalkannya”
“Baik, kalau begitu kita bawa
pergi” kata Nyongang. Akhirnya Nyongang berhasil membawa kabur Dayang Torek dan
anaknya. Mereka berjalan- keluar masuk hutan tiada henti. Akhirnya sampailah
mereka di tepi sungai Kelingi di kaki Bukit Sulap. Sejak awal Nyongang tidak
menyenangi anak Dayang Torek yang dianggapnya anak haram. Munculah
akalnya untuk melenyapkan anak itu. Diselipkannya taji ditangannya lalu
dtepukannya ke dahi anak Dayang Torek. Anak Dayang Torek meninggal seketika.
“Nyongang! Apa yang kau lakukan?
Mengapa kau bunuh anakku?” Kata Dayang Torek terkejut.
“Tidak yuk, aku hanya menepuk
nyamuk yang menempel di dahinya”
“Tidak!! Kau sengaja ingin
melenyapkan anakku!.”
“Yuk, sudahlah mengapa harus
ditangisi? Bukankah ayah anak ini adalah orang yang ayuk benci? Dan ini.., ini
anak haram yuk!”
“Tidak! Kau tidak boleh
melakukan ini. Anak ini tidak berdosa Nyongang. Dia adalah darah dagingku. Aku
benci dengan kau! Kau juga jahat!! Jahat!!” Dayang Torek menangis sambil
berlari ke Bukit Sulap.
“Ayuk….! Jangan pergi.
Ayuuuuk!!” Nyongang berteriak-teriak mengejar Dayang Torek. Dayang Torek
berlari sangat cepat. Nyonggang terus mengejar Dayang Torek yang berlari ke
puncak Bukit Sulap sembari menangis. Tiba-tiba Dayang Torek lenyap tak tahu
kemana. Nyonggang berteriak-teriak histeris.
”Yuk…kemana kau yuk…, kemana
kau…mengapa kau menghilang!” Nyongang menangis dan berteriak
sekencang-kencangnya. Gema suaranya mengisi lereng Bukit Sulap hingga ke
lembah. Semua hewan yang berada di Bukit Sulap diam tak bersuara. Beberapa
pohon tumbang karena suara Nyonggang yang menggelegar seperti petir.
Akhirnya tinggalah
Nyongang menangis sedih meratapi kepergian Dayang Torek yang silam ”hilang”
di Bukit Sulap. Sejak itu, untuk mengenang peristiwa tragis di Bukit Sulap
masyarakat menyebutnya silampari. Artinya Putri atau peri yang hilang (silam).
Sejak itulah Kota Lubuklinggau dan Musi Rawas sering disebut Bumi Silampari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar